Jumat, 01 Desember 2017

MENUJU GEGER PAREGREG DI MAJAPAHIT #2



MENUJU GEGER PAREGREG DI MAJAPAHIT
#2


Konstelasi politik di bumi Majapahit mulai memanas disaat sebelum lengsernya Prabu Hayam Wuruk. Saling jengkal, permainan elite keraton, melempar fitnah, dan mencari rekomendasi para Batara Guru gencar terjadi hingga titik puncak persekongkolan tercapainya perang saudara, yaitu Geger Paregreg.

Masa kepemimpinan Sri Rajasanagara (gelar Prabu Hayam Wuruk) memang akan berakhir ditahun 2018 ini. Orang jawa menilai tahun 2018 adalah tahun “Dal”, masa dimana banyak sekali paceklik, musibah dan setan-setan berkeliaran hingga orang yang akan menikah pun harus rela menunda ataupun dipercepat di tahun 2017. Artinya bahwa sangat dimungkinkan perang “paregreg” itu akan terjadi di tahun 2018 dan akan ada banyak sekali permusuhan antar sultan, adipati, senopati, para suhu, mahaguru hingga kacung demi memperebutkan kursi milik Prabu Majapahit tersebut. Bukan menjadi rahasia lagi, sejak dipimpin oleh patih Gajah Mada, Majapahit mengalami masa puncak kejayaan, masa keemasan. Daerah kekuasaan Majapahit terhampar seluas negeri Indonesia Raya hingga ke singapura dan kerajaan –kerajaan melayu, sampai ke pilipina. Karena Majapahit adalah negara yang besar, seperti di Jawa Timur sebagai propinsi yang luas di Indonesia saat ini, menjadi incaran banyak orang guna menduduki sebagai raja yang Agung.


Mendengar dan melihat Raja Majapahit yang sebentar lagi lengser, banyak kelompok masyarakat mulai berkonsolidasi mencari kawan seperjuangan, menyebarkan para teliksandi kesetiap jengkal langkah lawan politiknya, mengumpulkan bala tentara untuk siap peperangan, mengumpulkan para prajurit untuk mengamankan markas, dan berkeliaran seantero jagat Majapahit untuk mencari pasangan calon terbaik pengganti Raja. Ada yang dari kalangan pemerintahan yaitu senopati, patih, dan adipati. Dari kalangan pengusaha dan politisi. Media – media milik lingkaran pemerintahan Majapahit dan swasta mulai menggandeng-kan para calon, mengotak-atik agar sebagaimana pas dan pantas untuk dipasang, seperti ada yang mewacanakan pasangan Patih – Adipati, adalagi pasangan Sultan – Adipati, ada lagi yang mewacanakan kalangan prajurit – Senopati, Tumenggung-Patih. Pokoknya sebagai warga negara Majapahit akan merasa senang melihat ramainya bursa pergantian Raja di Majapahit. Senang bagi yang suka. Namun ini berbeda.

______________________________


Salah satu elit keraton yang juga Batara Guru, yang juga pemilik partai besutan Raden Wijaya mengadakan bursa dan membuka sinyal bagi siapapun yang mempunyai kemampuan mengelola Majapahit. Pada akhirnya disalah satu tempat Kadipaten Malang dikumpulkan para calon diantaranya patih Gajah Mada, Adipati Wikramawardana, Adipati perempuan Dewi Sri, dan Adipati Blambangan Wirabhumi. Pertemuan sangat singkat, banyak teliksandi yang gagal melaporkan keatasannya hasil pertemuan tersebut, namyak media-media yang bertanya tentang Hasil pertemuan mereka. Tidak ada yang mengetahui dan tidak boleh ada yang tahu hasilnya sebelum ada pengumuman resmi dari internal, memang seperti itulah sikap partai milik Raden Wijaya.



Langit Majapahit mulai mendung, awan semakin menghitam dibulan November yang menandakan musim hujan tiba. Kini dalam berita parlemen Majapahit, muncul nama satu Patih Terbaik di Majapahit, yaitu Gajah Mada. Gajah Mada diperhitungkan secara matematis akan memenangkan bursa pemilihan Raja Majapahit, mengingat kinerjanya memperluas nusantara menjadikannya medapat elektabilitas tertinggi, menurut hasil survei SERM (Survei Elektabilitas Raja Majapahit). Selain kinerjanya baik, Gajah Mada adalah seorang anak muda yang mempunyai jiwa pemimpin yang baik, tokoh pemuda dari salah satu Organisasi Islam terbesar Di Nusantara. Atas pencapaiannya, Gajah Mada banyak dicalonkan oleh para elit politik Majapahit. Mekanisme demokrasi di Majapahit banyak ditentukan oleh para elit keraton yang mempunyai basis masa di partainya. Sehingga salah satu partai politik hasil besutan Raden Wijaya sebagai pendiri Majapahit, mengklaim dan merasa mampu untuk mengusung calon pengganti Hayam Wuruk. Pada akhirnya, Patih Gajah Mada dicalonkan bersama dengan calon wakilnya yang seorang adipati yaitu adipati Wikramawardhana. Untuk memperkokoh wacana pencalonan beliau berdua, Batara Guru membuat akronim untuk pasangan Gajah Mada – Wikramawardana yaitu “JAWI”.


Atas dipilihnya dua pasangan JAWI, banyak yang kecewa. Adipati Blambangan Wirabhumi merasa dikhianati oleh partai. Terutama adipati blambangan Wirabhumi sangat marah dan tidak bisa menahan emosinya. Merasa dikhianati karena dia juga merupakan kader terbaik partainya. Perlu diketahui Adipati Blambangan Wirabhumi ini merupakan Adipati termuda, mendapat dukungan 80 % suara saat pemilihan diKadipatennya. Wirabhumi seorang anak muda yang cerdas (lulusan Luar Negeri) dan juga mempunyai ambisi yang tinggi dalam tampuk kepemimpinan Majapahit. Berkat kecerdasannya mengelola daerahanya, wirabhumi banyak dicari oleh para paparazi pencari berita, banyak para produsen film jauh jauh dari batavia untuk melihat Kadipatennya. Tak pelak karena istri Wirabhumi juga sangat cantik jelita, artis nusantara, Praheswari Arum. Dengan ketenarannya, Wirabhumi mempunyai elektabilitas yang tidak kalah dengan Gajah Mada, dia lebih muda dari Gajah Mada, tentunya lebih Gesit dan lincah. Akhirnya Wirabhumi berfikir keras untuk membuat stategi baru.
______________________________

Hampir dua minggu setelah pengumuman dicalonkannya pasangan JAWI, hampir tidak ada desas desus dan isu dari media siapa sebenarnya lawan dari mereka berdua. Banyak yang bertanya-tanya, apakah tidak ada lagi kader-kader terbaik Majapahit yang mampu menyaingi ?. Dalam hitungan detik, pelan tapi bergerak cepat, sedang ada musyawarah senyap dan interen. Dibelahan daerah ratusan kilometer dari pusat Kota Majapahit sedang ramai membicarakan siapa lawan yang setimbang melawan pasangan JAWI. Disana ada tokoh dari kadipaten Pacitan yang juga merupakan pernah menjadi penguasa Nusantara, Tumenggung Martoloyo. Martoloyo terkenal mempunyai stategi yang jitu dalam segala hal, utamanya dalam bursa pergantian pimpinan Kerajaan, meskipun anaknya baru mengalami kegagalan dalam pemilihan Raja Batavia, namun sang Tumenggung tetap dipercaya memberikan komando. Pada akhirnya takdir pun berubah drastis, bersama dengan barisan Gerakan Majapahit Bersatu (GMB) yaitu sang petahana Hayam Wuruk, partai elite milik Martoloyo, jendral Sumo Keling, dan Panular bersatu menetapkan langkah perjuangan.


Didalam elit GMB penggodokan calon telah hampir 90% rampung. Artinya mereka siap mengeluarkan lawan yang sepadan. Petahana Hayam wuruk memberikan gambaran tentang Majapahit dengan segala pemaparan didalam forum GMB. Akhirnya, GMB memanggil Senopati perempuan bernama Ayu Indar dan Adipati Blambangan Wirabhumi. Senopati Ayu Indar adalah petinggi senopati yang mempunyai kepemimpinan apik dikerajaan. Sebagai mantan ketua organisasi Islam Perempuan terbesar, Ayu Indar digadang sebagai lawan terkuat pasangan JAWI.


Dalam pembicaraan yang rahasia di Kadipaten Pacitan, elite GMB sedang memutuskan sesuatu yang besar dan penting. Ditengah keheningan Keraton Majapahit yang lepas dari pemberitaan bursa pencalonan, pagi itu mulai banyak awak media diseluruh penjuru nusantara kembali berkumpul dirumah Martoloyo. Ternyata ada deklarasi dari GMB unntuk mengusulkan calon Raja Majapahit. Dengan gagah dan tutur kata yang renyah, didampingi Hayam Wuruk, Jendral Sumo Keling, dan Panular, Martoloyo mengumumkan Calonnya. Calon yang diusung oleh GMB adalah Senopati Ayu Indar dan Adipati Blambangan Wirabhumi. Akronim dari keduanya adalah “ARUMI”.



Setelah deklarasi yang dilakukan oleh kelompok GMB, permainan elite politik Keraton Majapahit semakin kentara, menarik dan “ngeri” untuk diamati. Lantas bagaimana nasib nasib para senopati, sultan dan prajurit yang tidak masuk dalam bursa pencalonan Raja Majapahit ? sabar, para teliksandi belum berhenti bekerja, tunggulah babak selanjutnya...

Share this:

Related Posts
Disqus Comments